In:
Journal of Ecology, Wiley, Vol. 106, No. 6 ( 2018-11), p. 2473-2490
Abstract:
Keberadaan lahan gambut tropis yang memiliki peran penting dalam menjaga keanekaragaman hayati dan penyimpanan karbon saat ini semakin terancam karena adanya kegiatan alih fungsi lahan. Upaya konservasi dan restorasi sangat diperlukan untuk menjaga keberlangsungan fungsi ekologis lahan gambut tersebut. Namun, konsep konservasi yang bertujuan memisahkan aktivitas manusia dari lingkungan akan kurang sesuai jika diterapkan di era dominasi manusia seperti sekarang. Oleh karena itu, pemahaman daya lenting ( resilience ) ekosistem lahan gambut terhadap gangguan aktivitas manusia sangat penting untuk mengintegrasikan kebutuhan masyarakat lokal ke dalam strategi konservasi serta meningkatan efektivitas upaya restorasi lahan gambut. Namun, pemahaman terhadap daya lenting ekosistem pada umumnya terhambat oleh ketidaktersediaan informasi jangka panjang yang semestinya dapat diperoleh melalui studi palaeoekologi (ekologi di masa lampau). Lahan gambut Sungai Buluh di Sumatra merupakan area ideal untuk mempelajari daya lenting ekosistem lahan gambut tropis terhadap aktivitas manusia di masa lampau karena berlokasi dekat dengan situs arkeologi Muara Jambi, peninggalan Kerajaan Melayu Jambi. Kami manggunakan sampel bor sepanjang 250 cm yang diperoleh dari lahan gambut Sungai Buluh untuk analisis kandungan polen, partikel arang ( charcoal ) dan karbon, guna menggambarkan dampak antropogenik pada lahan gambut dan respon ekosistemnya. Hasil studi menunjukkan bahwa aktivitas manusia di lahan gambut Sungai Buluh antara lain penebangan kayu, penggembalaan ternak/mengarit, serta panen hasil hutan, sudah dimulai sejak masyarakat Kerjaan Melayu Jambi menempati daerah sekitar lokasi tersebut pada tahun 1000 SM . Aktivitas tersebut mampu mengubah komposisi tutupan vegetasi dan mengurangi daya serap karbon lahan gambut, meskipun tanpa melakukan pembakaran lahan dan agrikultur. Setelah Kerajaan Melayu runtuh dan situs Muara Jambi ditinggalkan pada tahun 600 SM , studi palaeoekologi menunjukkan bahwa komposisi flora serta daya serap karbon lahan gambut Sungai Buluh kembali pulih. Pemulihan daya serap karbon lahan gambut Sungai Buluh memerlukan waktu lebih‐kurang 60 tahun, lebih cepat dari waktu yang dibutuhkan untuk pemulihan komposisi flora (lebih‐kurang 170 tahun). Sintesis : Studi palaeoekologi di Sungai Buluh menghadirkan bukti pertama dari pemulihan lahan gambut tropis terhadap aktivitas manusia, dan bukti tersebut penting untuk meningkatkan strategi konservasi serta restorasi lahan gambut. Rancangan pemanfaatan lahan gambut secara berkelanjutan dapat meniru/mengikuti aktivitas manusia di masa lampau yang tidak mengganggu daya lenting ekosistem. Pertimbangan dalam hal pemilihan taksa yang cepat beregenerasi juga harus diberikan demi strategi restorasi yang lebih efisien dalam hal biaya dan usaha. Selanjutnya, alokasi waktu selama 60 tahun untuk restorasi lahan gambut (sebagian besar program restorasi lahan gambut di Indonesia saat ini) sangat tidak mencukupi/memadai jika dibandingkan dengan kisaran waktu 170 tahun yang dibutuhkan lahan gambut Sungai Buluh untuk pulih dari aktivitas manusia di masa lampau.
Type of Medium:
Online Resource
ISSN:
0022-0477
,
1365-2745
DOI:
10.1111/jec.2018.106.issue-6
DOI:
10.1111/1365-2745.13000
Language:
English
Publisher:
Wiley
Publication Date:
2018
detail.hit.zdb_id:
3023-5
detail.hit.zdb_id:
2004136-6
SSG:
12
Permalink